BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kepemimpinan
Pemimpin
adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain dan memiliki otoritas
manajerial. Di samping itu, Fiedler mendefinisikan pemimpin dengan pengertian
seseorang yang berada dalam kelompok, sebagai pemberi tugas atau sebagai
pengarah dan mengkoordinasikan kegiatan kelompok yang relevan, serta sebagai
penangung jawab utama.
Sedangkan Kepemimpinan adalah apa yang dilakukan
pemimpin. Lebih lanjutnya, kepemimpinan merupakan proses memimpin sebuah
kelompok dan mempengaruhi suatu kelompok
menuju pencapaian sebuah visi atau tujuan yang ditetapkan. Davis mendefinisikan
kepemimpinan sebagai kemampuan untuk
membujuk orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara
antusias.
Istilah
kepemimpinan dalam prespektif islam sering dikenal dengan imamah, khilafah,
ulul amri, amir, wali, dan ra’in. Islam mengartikan kepemimpinan sebagai
kegiatan menuntun, membimbing, memandu,
serta menunjukan jalan yang diridhai Allah SWT.
B. Teori
– teori Kepemimpinan
1. Teori Sifat Kepribafian ( Trait
Theory )
Teori
Sifat Kepribadian atau Trait Theory ini mempercayai bahwa orang yang
dilahirkan atau dilatih dengan kepribadian tertentu akan menjadikan mereka
unggul dalam peran kepemimpinan. Artinya, kualitas kepribadian tertentu seperti
keberanian, kecerdasan, pengetahuan, kecakapan, daya tanggap, imajinasi, fisik,
kreativitas, rasa tanggung jawab, disiplin dan nila-nilainya lainnya dapat
membuat seseorang menjadi pemimpin yang baik. Teori kepemimpinan ini berfokus
pada analisis karakteristik mental, fisik dan sosial untuk mendapatkan lebih
banyak pemahaman tentang karakteristik dan kombinasi karakteristik yang umum
diantara para pemimpin. Keberhasilan seseorang dalam kepemimpinan sangat tergantung
pada sifat kepribadiannya dan bukan saja bersumber dari bakat namun juga
berasal dari pengalaman dan hasil belajarnya.
Menurut
penelitian dari McCall dan Lombardo (1983), terdapat empat sifat kepribadian
utama yang menjadi penentu keberhasilan atau kegagalan seorang pemimpin.
- Stabilitas
dan ketenangan emosional : Tenang, percaya diri dan dapat diprediksi
terutama pada saat mengalami tekanan.
- Mengakui
Kesalahan : Tidak menutupi kesalahan yang telah dibuat tetapi mengakui
kesalahan tersebut.
- Keterampilan
Interpersonal yang baik : mampu berkomunikasi dan menyakinkan orang lain
tanpa menggunakan taktik yang negatif dan paksaan.
- Pengetahuan
yang luas (Intelektual) : Mampu memahami berbagai bidang daripada hanya
memahami bidang-bidang tertentu ataupun pengetahuan tertentu saja.
2.
Teori
Perilaku ( Behavioural Theory )
Sebagai reaksi dari Teori Sifat
Kepribadian, Teori Perilaku atau Behavioural Theories ini memberikan
perspektif baru tentang kepemimpinan. Teori ini berfokus pada perilaku para
pemimpin daripada karakteristik mental, fisik dan sosial mereka. Keberhasilan
seorang pemimpin ditentukan oleh perilakunya dalam melaksanakan fungsi-fungsi
kepemimpinan dan perilaku tersebut dapat dipelajari atau dilatih. Teori
Perilaku ini bertolak belakang dengan Teori Great Man (Teori Orang
Hebat) yang mengatakan seorang pemimpin adalah dibawa dari lahir dan tidak
dapat dipelajari. Teori Perilaku ini menganggap bahwa kepemimpinan yang sukses
adalah didasarkan pada perilaku yang dapat dipelajari dan bukan hanya dari
bawaan sejak lahir
3.
Teori
Kontingensi (Contingency Theory)
Teori Kontingensi atau Contingency
Theory beranggapan bahwa tidak ada cara yang paling baik untuk memimpin dan
menyatakan bahwa setiap gaya kepemimpinan harus didasarkan pada situasi dan
kondisi tertentu. Berdasarkan Teori Kontingensi ini, seseorang mungkin berhasil
tampil dan memimpin sangat efektif di kondisi, situasi dan tempat tertentu,
namun kinerja kepemimpinannya akan menurun apabila dipindahkan ke situasi dan
kondisi lain atau ketika faktor di sekitarnya telah berubah. Teori Kontingensi
atau Contingency Theory ini juga sering disebut dengan Teori
Situasional. Beberapa Model Teori Kontingensi atau Situasional yang terkenal
diantaranya adalah Teori Kepemimpinan Kontingensi Fiedler, Teori Kepemimpinan Situasional
Hersey-Blanchard, Teori Kepemimpinan Kontingensi Vroom-Yetten, Teori
Kontingensi Path-Goal Robert House dan Teori Kontingensi Strategis.
Ø Model fiedler
Adalah teori yang menyatakan kelompok efektif bergantung
pada kecocokan yang tepat diantara gaya kepemimpinan dalam berinteraksi dengan
para bawahan dan seberapa besar situasi memberikan kendali dan pengaruh kepada
pemimpin.
Fiedler mengidentifikasi tiga dimensi kontingensi atau
situasional :
1.
Hubungan
pemimpin-anggota, adalah derajat kepercayaan diri, kepercayaan dan menghormati
yang mana para anggota miliki dalam diri pemimpin mereka.
2.
Struktur
tugas, adalah keadaan yang mana penugasan pekerjaan dibuatkan prosedur (
terstruktur atau tidak terstruktur )
3.
Kekuatan
posisi, adalah derajat dari pengaruh seorang pemimpin yang memiliki variabel
kekuatan yang lebih seperti merekrut, memecat, disiplin, mempromosikan dan
menaikan gaji.
Teori-teori kontingensi lainnya :
Ø Teori kepemimpinan situasional,
adalah teori kontingensi yang menitik beratkan pada kesiapan dari para
pengikutnya.
Ø Teori jalur tujuan, adalah suatu
teori yang menyatakan bahawa merupakan tugas dari pemimpin untuk membantu para
pengikut dalam memperoleh tujuan tujuan mereka dan untuk menyediakan pengarahan
dan atau dukungan untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan mereka sesuai dengan
keseluruhan tujuan dari kelompok atau organisasi. Teori ini memprediksi :
·
Kepemimpinan
yang mengarahkan (directive leadership) akan menghasilkan kepuasan yang lebih
tinggi pada tugas yang bersifat ambiguatau penuh tekanan dibandingkan pada
tugas tugas yang terstruktur dan ditata dengan baik.
·
Kepemimpinan
yang mendukung ( supportive leadership ) akan menghasilkan kinerja dan kepuasan
yang tinggi ketika para pekerja mengerjakan tugas yang terstruktur.
Ø Model pemimpin partisispasi, adalah
suatu teori mengenai kepemimpinan yang menyedikan serangkaian aturan untuk
menentukan bentuk dan jumlah pengambilan keputusan secara partisipatif dalam
situasi yang berbeda.
4.
Teori
pertukaran pemimpin – anggota ( leader – member exchange theory )
Adalah suatu teori yang mendukung
penciptaan para pemimpin didalam kelompok dan diluar kelompok, para bawahan
dengan status didalam kelompok yang akan memiliki peringkat kinerja yang lebih
tinggi, tingkat pertukaran pekerja yang rendah, dan kepuasan kerj yang lebih
tinggi.
C. Tipe
– tipe Kepemimpinan
Secara
umum para pemimpin dalam setiap organisasi dapat diklasifikasikan menjadi lima
tipe utama yaitu :
1. Tipe
pemimpin otokratis
Tipe pemimpin otokratis adalah gaya
pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari
dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab
dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya
melaksanakan tugas yang telah diberikan. Tipe kepemimpinan yang otoriter biasanya
berorientasi kepada tugas. Artinya dengan tugas yang diberikan oleh suatu
lembaga atau suatu organisasi, maka kebijaksanaan dari lembaganya ini akan
diproyeksikan dalam bagaimana ia memerintah kepada bawahannya agar
kebijaksanaan tersebut dapat tercapai dengan baik. Di sini bawahan hanyalah
suatu mesin yang dapat digerakkan sesuai dengan kehendaknya sendiri, inisiatif
yang datang dari bawahan sama sekali tak pernah diperhatikan. Ciri-ciri pemimpin
ini adalah:
Ø Menganggap
bahwa organisasi adalah milik pribadi
Ø Mengidentikkan
tujuan pribadi denagn tujuan organisasi
Ø Menganggap
bahwa bawahan adalah alat semata
Ø Tidak
mau menerima kritik, saran dan pendapat dari orang lain karena dia menganggap
bahwa dirinyalah yang paling benar
Ø Selalu
bergantung pada keuasaan formal.
Ø Dalam
menggerakkanbawahan selalu menggunakan pendekatan (approach) yang mengandung
unsure ancaman dan paksaan.
Dari berbagai sifat yang dimiliki oleh
tipe pemimipin seperti ini maka dapat diketahui bahwa tipe ini tidak menghargai
hak-hak manusia. Oleh karena itu, tipe ini tidak dapat digunakan dalam
organisasi modern.
2. Tipe
pemimpin militeris
Tipe pemimpin seperti ini sangat mirip
dengan tipe pemimpin otoriter yang merupakan tipe pemimpin yang bertindak
sebagai diktator terhadap para anggota kelompoknya. Adapun sifat-sifat dari
tipe kepemimpinan militeristik adalah:
Ø Lebih
banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan
seringkali kurang bijaksana,
Ø Menghendaki
kepatuhan mutlak dari bawahan,
Ø Sangat
menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang
berlebihan,
Ø Menuntut
adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya,
Ø Tidak
menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya,
3. Tipe
Pemimpin Paternalis
Tipe kepemimpinan ini memiliki
cirri-ciri tertentu, yaitu bersifat paternal atau kebapakan. Sifat-sifat umum
dari tipe pemimpin paternalis adalah sebagai berikut:
Ø Menganggap
bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa,
Ø Bersikap
terlalu melindungi bawahan,
Ø Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya
untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu, jarang ada pelimpahan wewenang,
Ø Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya
untuk mengembangkan inisiatif daya kreasi,
Ø Sering menganggap dirinya maha tau.
4. Tipe
pemimpin Kharismatis
Hingga masa terkini, para pakar
manajemen belum berhasil menemukan sebabsebab mengapa seorang pemimpin memiliki
kharisma. Tipe pemimpin seperti ini daya tarik yang sangat besar, dan karenanya
memiliki pengikut yang sangat besar. Kebanyakan pengikut menjelaskan alasan
subjektif mereka menjadi pengikut pemimpin seperti ini. Karena kurangnya
pemimpin kharismatis, sering dikatakan bahwa pemimpin seperti ini diberkahi
dengan kekuatan gaib (supernatural pwers) kekayaan, umur, kesehatan, profil
pendidikan, dan sebagainya, tidak dapat digunakan sebagai kriteria pemimpin
kharismatis.
5. Tipe
pemimpin diplomatis
Tipe pemimpin demokratis dianggap
sebagai tipe kepemimpinan yang terbaik. Tipe kepemimpinan seperti ini selalu
mendahulukan kepentingan kelompok dibandingkan kepentingan individu. Beberapa
ciri dari tipe kepemimpinan demokratis adalah sebagai berikut:
Ø Dalam
proses menggerakkan bawahan, selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia
itu adalah makhluk termulia di dunia,
Ø Selalu
berusaha menyelaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan kepentingan
organisasi,
Ø Senang
menerima saran, pendapat, dan bahkan dari kritik bawahannya,
Ø Mentolelir
bawahan yang berbuat kesalahan dan memberikan pendidikan kepada bawahan agar
tidak berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi daya kreatifitas, inisiatif,
dan prakarsa dari bawahan.
Ø Lebih
menitik beratkan kerjasama dalam mencapai tujuan,
Ø Selalu
berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya
Ø Berusaha
mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin,
D. Kepemimpinan
Transaksional dan Transformasional
- Kepemimpinan
Transaksional
Burns mendefinisikan kepemimpinan transaksional
adalah kepemimpinan yang memotivasi bawahan atau pengikut dengan minat-minat
pribadinya. Kepemimpinan transaksional juga melibatkan nilai-nilai akan tetapi
nilai-nilai itu relevan sebatas proses pertukaran (exchange process), tidak
langsung menyentuh substansi perubahan yang dikehendaki. Kudisch, mengemukakan
kepemimpinan transaksional dapat digambarkan sebagai :
·
Mempertukarkan sesuatu yang berharga
bagi yang lain antara pemimpin dan bawahannya.
·
Intervensi yang dilakukan sebagai proses
organisasional untuk mengendalikan dan memperbaiki kesalahan.
·
Reaksi atas tidak tercapainya standar
yang telah ditentukan.
Kepemimpinan transaksional menurut Metcalfe (2000)
pemimpin transaksional harus memiliki informasi yang jelas tentang apa yang
dibutuhkan dan diinginkan bawahannya dan harus memberikan balikan yang
konstruktif untuk mempertahankan bawahan pada tugasnya. Pada hubungan
transaksional, pemimpin menjanjikan dan memberikan penghargaan kepada
bawahannya yang berkinerja baik, serta mengancam dan mendisiplinkan bawahannya
yang berkinerja buruk.
Bernard M. Bass mengemukakan kepemimpinan
transaksional adalah kepemimpinan di mana pemimpin menentukan apa yang harus
dikerjakan oleh karyawan agar mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri atau
organisasi dan membantu karyawan agar memperoleh kepercayaan dalam mengerjakan
tugas tersebut.
Jadi kepemimpinan transaksional merupakan sebuah
kepemimpinan dimana seorang pemimpin mendorong bawahannya untuk bekerja dengan
menyediakan sumberdaya dan penghargaan sebagai imbalan untuk motivasi,
produktivitas dan pencapaian tugas yang efektif.
Kepemimpinan transaksional sangat memperhatikan nilai moral
seperti kejujuran, keadilan, kesetiaan dan dan tanggungjawab. Kepemimpinan ini
membantu orang ke dalam kesepakatan yang jelas, tulus hati, dan memperhitungkan
hak-hak serta kebutuhan orang lain.
Kepemimpinan
transaksional menurut Bass memiliki karakteristik sebagai berikut :
Ø Contingent
reward
Kontrak
pertukaran penghargaan untuk usaha, penghargaan yang dijanjikan untuk kinerja
yang baik, mengakui pencapaian.
Ø Active
management by exception
Melihat
dan mencari penyimpangan dari aturan atau standar, mengambil tindakan
perbaikan.
Ø Pasive
management by exception
Intervensi
hanya jika standar tidak tercapai.
Ø Laissez-faire
Melepaskan
tanggung jawab, menghindari pengambilan keputusan.
- Kepemimpinan
Transformasional
Istilah kepemimpinan transformasional terdiri dari
dua kata yaitu kepemimpinan (leadership) dan transformasional
(transformational). Kepemimpinan adalah setiap tindakan yang yang dilakukan
oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada
individu atau kelompok lain lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
McFarlan (1978) mendefinisikan kepemimpinan sebagai
suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberi perintah atau pengaruh,
bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Pfiffner (1980) kepemimpinan
adalah seni mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
Istilah transformasional berinduk dari kata to transform,
yang bermakna mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk lain yang
berbeda. Misalnya, mengubah energi potensial menjadi energi aktual atau motif
berprestasi menjadi prestasi riil. Jadi, seorang kepala sekolah bisa disebut
menerapkan kaidah kepemimpinan transformasional, jika dia mampu mengubah sumber
daya baik manusia, instrumen, maupun
situasi untuk mencapai tujuan-tujuan reformasi sekolah.
Kepemimpinan transformasional adalah kemampuan
seorang pemimpin dalam bekerja dengan dan atau melalui orang lain untuk
mentransformasikan secara optimal sumber daya organisasi dalam rangka mencapai
tujuan yang bermakna sesuai dengan target capaian yang telah ditetapkan. Sumber daya yang dimaksud yaitu sumber daya
manusia seperti pimpinan, staf, bawahan, tenaga ahli, guru, dosen, peneliti,
dan lain-lain.
Ciri
pemimpin transformasional diantaranya :
Ø Mampu
mendorong pengikut untuk menyadari pentingnya hasil pekerjaan.
Ø Mendorong
pengikut untuk lebih mendahulukan kepentingan organisasi
Ø Mendorong
untuk mencapai kebutuhan yang lebih tinggi.
Kepemimpinan
transformasional menurut Bernard M. Bass memiliki karakteristik yang membedakan
dengan gaya kepemimpinan yang lainnya diantaranya:[8]
Ø Charisma
Memberikan
visi dan misi yang masuk akal, menimbulkan kebanggaan, menimbulkan rasa hormat
dan percaya.
Ø Inspiration
Mengkomunikasikan
harapan yang tinggi, menggunakan simbol untuk memfokuskan upaya,
mengekspresikan tujuan penting dengan cara yang sederhana.
Ø Intellectual
stimulation
Meningkatkan
intelegensi, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara teliti.
Ø Individualized
consideration
Memberikan
perhatian pribadi, melakukan pelatihan dan konsultasi kepada setiap bawahan
secara individual.
E. Prinsip
– Prinsip Kepemimpinan
Prinsip,
sebagai paradigma terdiri dari beberapa ide utama berdasarkan motivasi pribadi
dan sikap serta mempunyai pengaruh yang kuat untuk membangun dirinya atau
organisasi.
Menurut Stephen
R. Covey (1997), prinsip adalah bagian dari suatu kondisi, realisasi dan
konsekuensi. Mungkin prinsip menciptakan kepercayaan dan berjalan sebagai
sebuah kompas/petunjuk yang tidak dapat dirubah. Prinsip merupakan suatu pusat
atau sumber utama sistem pendukung kehidupan yang ditampilkan dengan 4 dimensi
seperti; keselamatan, bimbingan, sikap yang bijaksana, dan kekuatan. Karakteristik
seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip (Stephen R. Covey)
sebagai berikut:
1. Seorang
yang belajar seumur hidup
Tidak hanya melalui pendidikan formal,
tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, belajar melalui membaca, menulis,
observasi, dan mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk
sebagai sumber belajar.
2. Berorientasi
pada pelayanan
Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi
melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir
sebagai tujuan utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih
berprinsip pada pelayanan yang baik.
3. Membawa
energi yang positif
Setiap orang mempunyai energi dan
semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan
keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif
untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja
untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena
itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif, seperti
;
Ø Percaya
pada orang lain
Seorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk
staf bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan
pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan
kepedulian.
Ø Keseimbangan
dalam kehidupan
Seorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan
tugasnya. Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan keseimbangan diri antara
kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi. Keseimbangan juga berarti seimbang
antara kehidupan dunia dan akherat.
Ø Melihat
kehidupan sebagai tantangan
Kata ‘tantangan’ sering di interpretasikan negatif.
Dalam hal ini tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala
konsekuensinya. Sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang dibutuhkan,
mempunyai rasa aman yang datang dari dalam diri sendiri. Rasa aman tergantung
pada inisiatif, ketrampilan, kreatifitas, kemauan, keberanian, dinamisasi dan
kebebasan.
Ø Sinergi
Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi
dan satu katalis perubahan. Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan
lainnya. Sinergi adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan kedua belah
pihak. Menurut The New Brolier Webster International Dictionary, Sinergi adalah
satu kerja kelompok, yang mana memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara
perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang
atasan, staf, teman sekerja.
Ø Latihan
mengembangkan diri sendiri
Seorang pemimpin harus dapat memperbaharui diri
sendiri untuk mencapai keberhasilan yang tinggi. Jadi dia tidak hanya
berorientasi pada proses. Proses daalam mengembangkan diri terdiri dari
beberapa komponen yang berhubungan dengan: (1) pemahaman materi; (2) memperluas
materi melalui belajar dan pengalaman; (3) mengajar materi kepada orang lain;
(4) mengaplikasikan prinsip-prinsip; (5) memonitoring hasil; (6) merefleksikan
kepada hasil; (7) menambahkan pengetahuan baru yang diperlukan materi; (8)
pemahaman baru; dan (9) kembali menjadi diri sendiri lagi.
Mencapai kepemimpinan yang berprinsip
tidaklah mudah, karena beberapa kendala dalam bentuk kebiasaan buruk, misalnya:
(1) kemauan dan keinginan sepihak; (2) kebanggaan dan penolakan; dan (3) ambisi
pribadi. Untuk mengatasi hal tersebut, memerlukan latihan dan pengalaman yang
terus-menerus. Latihan dan pengalaman sangat penting untuk mendapatkan
perspektif baru yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.
Hukum alam tidak dapat dihindari dalam
proses pengembangan pribadi. Perkembangan intelektual seseorang seringkali
lebih cepat dibanding perkembangan emosinya.
Oleh karena itu, sangat disarankan untuk
mencapai keseimbangan diantara keduanya, sehingga akan menjadi faktor
pengendali dalam kemampuan intelektual. Pelatihan emosional dimulai dari
belajar mendengar. Mendengarkan berarti sabar, membuka diri, dan berkeinginan
memahami orang lain. Latihan ini tidak dapat dipaksakan. Langkah melatih
pendengaran adalah bertanya, memberi alasan, memberi penghargaan, mengancam dan
mendorong. Dalam proses melatih tersebut, seseorang memerlukan pengontrolan
diri, diikuti dengan memenuhi keinginan orang.
Mengembangkan kekuatan pribadi akan
lebih menguntungkan dari pada bergantung pada kekuatan dari luar. Kekuatan dan
kewenangan bertujuan untuk melegitimasi kepemimpinan dan seharusnya tidak untuk
menciptakan ketakutan. Peningkatan diri dalam pengetahuan, ketrampilan dan
sikap sangat dibutuhkan untuk menciptakan seorang pemimpin yang berpinsip
karena seorang pemimpin seharusnya tidak hanya cerdas secara intelektual,
tetapi juga cerdas emosional dan spiritual (IQ, EQ dan SQ).
F. Tantangan
untuk Membangun Kepemimpinan
Banyak
keberhasilan atau kegagalan organisasi berhubungan dengan faktor- faktor di
luar pengaruh dari kepemimpinan. Kadang hal ini hanyalah persoalan berada di
tempat yang tepat atau salah pada suatu waktu tertentu. Dalam bagian ini, kita
menyajikan dua pandangan dan salah satu perubahan dalam teknologi yang
menantang keyakinan yang diterima mengenai nilai dari kepemimpinan.
1. Kepemimpinan
Sebagai Sebuah Atribut
Teori atribut kepemimpinan (attribution
theory of leadership) menyatakan bahwa kepemimpinan hanyalah sekedar sebuah
atribut yang orang-orang akan ambil mengenai para individual lainnya. Kita
memberikan atribut kecerdasan kepada para pemimpin, kepribadian yang ramah,
keahlian verbal yang kuat, keagresifan, pemahaman dan rajin. Pada level
organisasi, kita lebih cenderung pada yang benar atau salah untuk melihat para
pemimpin yang bertanggung jawab atas kinerja yang sangat luar biasa negatif dan
yang sangat luar biasa positif.
Teori atribut menyarankan bahwa apa yang
penting adalah memproyeksikan penampilan untuk menjadi seorang pemimpin dan
bukan menitik beratkan pada pencapaian aktual.
Orang yang ingin menjadi pemimpin adalah
mereka yang dapat membentuk persepsi bahwa mereka cerdas, menarik, mahir secara
lisan, agresif, pekerja keras, dan konsisten dengan gaya mereka akan dapat
meningkatkan kemungkinan memandang mereka sebagai para pemimpin yang efektif.
2. Substitusi
dan Menetralisasi kepemimpinan
Substitusi atribut seperti misalnya
pengalaman dan pelatihan, yang dapat menggantikan kebutuhan akan dukungan atau
kemampuan dari seorang pemimpin untuk menciptakan struktur. Penetralisasi
atribut yang menjadikannya tidak mungkin bagi perilaku pemimpin untuk membuat
bebarapa perbedaan terhadap hasil dari pengikut. Suatu perusahaan telah
bereksperimen dengan menghapuskan pra pemimpin dan manajemen . Dalam lingkungan
pekerjaan yang tidk memiliki bos dapat dicapai melalui akuntabilitas dari rekan
rekan sekerja yang menentukan komposisi tim. Sementara acuh tak acuh terhadap
imbalan organisasi dapat menetralisasi efeknya.
3. Kepemimpinan
secara online
Para pemimpin secara online harus
berfikir dengan hati-hati mengenai tindakan apa yang mereka inginkan dari pesan
digital mereka untuk dijalankan. Tantangan-tantangan besar yang akan muncul
pada pengembangan dan kepercayaan saling memahami dan menghargai satu sama lain
akan menjadi terhalang karena kedua belah pihak memiliki level kepercayaan yang
rendah . Keahlian seorang pemimpin yang baik akan mencakup kemampuan yang
mendukung, mempercayai, dan menginspirasi dalam berkomunikasi melalui
elektronik dan untuk membaca emosi yang terkandung dalam pesan orang lain
secara akurat.
G. Karakteristik
Pemimpin yang Efektif
Secara umum seorang pemimpin yang
baik harus memiliki beberapa karakteristik seperti :
1. Tanggung jawab seimbang, keseimbangan
disini adalah antara tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan
tanggung jawab terhadap orang yang melaksanakan pekerjaan tersebut;
2. Model peranan yang positif, peranan
disini adalah tanggung jawab, perilaku, atau prestasi yang diharapkan dari
seseorang yang memiliki posisi khusus tertentu;
3. memiliki keterampilan komunikasi
yang baik, pemimpin yang baik harus bisa menyampaikan ide-idenya secara ringkas
dan jelas, serta dengan cara yang tepat;
4. memiliki pengaruh positif, pemimpin
yang baik memiliki pengaruh terhadap karyawannya dan menggunakan pengaruh
tersebut untuk hal-hal yang positif;
5. mempunyai kemampuan untuk meyakinkan
orang lain, pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dapat menggunakan keterampilan
komunikasi dan pengaruhnya untuk meyakinkan orang lain terhadap sudut
pandangnya serta mengarahkan mereka pada tanggung jawab total terhadap sudut pandang
tersebut.
BAB III
ANALISIS KASUS
A. Kasus
Kasus 1 :
Seperti
yang terjadi pada puncak perhelatan acara Konferensi Asia Afrika pada di
Bandung, Jumat, 24 April 2016 lalu, sejumlah fasilitas umum yang ada di Kota
Bandung banyak yang rusak. Kondisi fasilitas umum yang rusak di Bandung usai
KAA ini akibat diinjak-injak oleh ratusan warga yang antusias melihat acara
bertaraf internasional yang digelar 10 tahunan itu. Rusaknya sejumlah fasilitas
umum itu terlihat jelas melalui sejumlah unggahan foto dalam berbagai platform
media sosial milik warga Bandung. Melihat hal itu,Wali Kota Bandung Ridwan
Kamil marah. Salah satu warga Bandung bernama Fadil Simeray ikut mengunggah
foto diri ke akun Instagram miliknya yang juga dibagikan ke akun Twitter-nya
saat sedang berpose berdiri di atas kursi taman di kawasan Braga, Bandung. Foto
itu pun kemudian sampai ke sang wali kota yang akrab disapa Emil. Sontak, Emil
pun geram melihat foto salah satu warganya itu. Emil lantas membalas unggahan
Fadil dengan nada berang dengan menulis, “Bikin malu! Do you know how much I
fight day and night for these things to be there?” Membaca teguran Emil, Fadil
pun segera meminta maaf kepada sang wali kota, juga lewat akun twitter
miliknya. Selanjutnya, Emil pun menerima permintaan maaf Fadil. Akan tetapi,
Emil tampaknya tak ingin begitu saja memaafkan Fadil. Ia sepertinya ingin
memberikan efek jera dengan memberinya hukuman kepada pemuda bertato di tangan
itu. “Diterima maafnya. Tapi tetap harus ngepel Jalan Braga,” tulis Emil,
ditujukan kepada Fadil, Rabu (29/4). Ngepel Braga awalnya merupakan hukuman
untuk sejumlah warga Bandung yang mengunggah foto berdiri di kursi, menginjak
pot kembang atau merusak fasilitas lainnya di trotoar Jalan Merdeka dalam
peringatan Konferensi Asia-Afrika (KAA) lalu. Namun akhirnya kegiatan ngepel
Braga menjadi kegiatan bersama warga Bandung untuk menjaga keindahan dan
kebersihan Braga.
Kasus
2 :
Pembasmian
tikus di ibukota. Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat meminta
seluruh lurah di Ibu Kota mengampanyekan gerakan itu. Wakil Gubernur DKI
Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan lebih baik mengumpulkan tikus liar
kemudian memberikan imbalan kepada si penangkap dibandingkan dengan
menghambur-hamburkan uang untuk memasang spanduk untuk berkampanye. “Bagi saya,
dari pada kampanye pasang gambar atau apa begitu, mending cari yang lebih bermanfaat,”
kata Djarot di Balai Kota, Selasa, 18 Oktober 2016. Dia menjelaskan, untuk
mempercepat penangkapan tikus yang menyebabkan banyak penyakit, pemprov akan
memberikan upah Rp 20 ribu untuk satu tikus yang ditangkap. Imbalan itu ia
berikan dari uang operasionalnya sendiri. Bahkan ia tidak membatasi jumlah
tikus yang harus ditangkap. Djarot mengatakan, GBT berada di bawah koordinasi
Dinas Kebersihan serta Dinas Pemakaman dan Pertamanan. Nantinya, tikus akan
dikubur di dalam tanah yang sudah disediakan. “Program ini sedang berjalan.
Kami sudah mengumpulkan lurah agar bisa dikomunikasikan ke RT RW. Kita lihat,
berapa yang berhasil dikumpulin, nanti lurah yang hitung. Dapat berapa kami
bayar. Nanti kami akan gali tanahnya. Kami tanam (tikusnya) karena membawa
penyakit berbahaya,” kata Djarot di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa
(18/10/2016). Beberapa penyakit yang disebabkan hewan pengerat itu, antara lain
Leptospirosis, Pes, Salmonella Enterica Sarovar Typhimurium, penyakit Rat Bite
Fever (RBF), dan Hantavirus Pulmonary Syndrome.
B. Analisis
Kasus
Analisis
Kasus 1
Ridwan
Kamil merupakan salah satu contoh pemimpin yang masuk dalam kepemimpinan
transformasional karena beliau adalah individu yang inovatif dan bisa
merangsang serta mengispirasikan pengikutnya, baik untuk mencapai sesuatu yang
tidak biasa dan, dalam prosesnya, mengembangkan kapasitas kepemimpinannya
sendiri. Beliu pun memberdayakan para pengikut dengan cara menselaraskan tujuan
yang lebih besar individual para pengikut, pemimpin, kelompok, dan organisasi.
Analisis
Kasus 2
Djarot
Saiful Hidayat merupakan pemimpin yang transaksional, karena ia membimbing atau
mendorong bawahannya mengarah pada tujuan yang telah diletakkan, dengan cara
menjelaskan peranan dan tugas yang dipersyaratkan. Ia memimpin lewat pertukaran sosial. Yaitu dengan cara “menukar satu hal dengan hal
lain: pekerjaan dengan suara, atau subsidi dengan kontribusi kampanye. Pemimpin
bisnis bercorak transaksional menawarkan reward finansial bagi produktivitas
atau tidak memberi reward atas kurangnya produktivitas.