SEJARAH PERKEMBANGAN,
STATUS, DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
·
Bahasa
apa yang menjadi akar bahasa Indonesia?
Bahasa
Indonesia berasal dari bahasa
Melayu. Bahasa Melayu merupakan sebuah bahasa Austronesia yang digunakan
sebagai lingua franca (bahasa pergaulan) di nusantara
Untuk
pertama kalinya, istilah Bahasa Melayu disebutkan sekitar 683-686
M. Angka ini tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuna
dari Palembang
dan Bangka.
Prasasti-prasasti ini sudah menggunakan aksara Pallawa atas
perintah raja Sriwijaya
yang berjaya pada abad ke-7 dan ke-8. Selain itu, Wangsa Syailendra
juga meninggalkan beberapa prasasti Melayu Kuna di Jawa Tengah. Berbagai batu bertulis (prasasti) yang
ditemukan itu seperti Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 di Palembang, Prasasti Talang
Tuo tahun 684 di Palembang, Prasasti Kota Kapur tahun 686 di Bangka Barat, dan Prasasti
Karang Brahi tahun 688 antara Jambi
dan Sungai
Musi.
·
Bahasa
Melayu memiliki dua bentuk, yaitu melayu pasar dan melayu tinggi.
Melayu
Pasar sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk ini mudah dimengerti,
memiliki toleransi kesalahan yang tinggi, dan fleksibel dalam menyerap istilah
dari bahasa lain.
Melayu
Tinggi merupakan bentuk yang lebih resmi. Pada masa lalu bentuk ini digunakan
kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Malaya,
dan Jawa. Bentuk ini lebih
sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, agak sulit dimengerti
disbanding Melayu Pasar, tingkat toleransi kesalahan yang rendah, dan tidak
ekspresif sperti bahasa Melayu Pasar.
·
Bahasa
Melayu di Zaman Sriwijaya
ü Bahasa
Melayu berfungsi sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku-buku yang berisi
aturan-aturan hidup dan sastra.
ü Bahasa
Melayu berfungsi sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) antarsuku di
Indonesia.
ü Bahasa
Melayu berfungsi sebagai bahasa perdagangan, terutama di sepanjang pantai, baik
bagi suku yang ada di Indonesia maupun bagi pedagang-pedagang yang datang dari
luar Indonesia.
ü Bahasa
Melayu berfungsi sebagai bahasa resmi kerajaan.
·
MENGAPA
BAHASA MELAYU?
ü Bahasa
Melayu sudah menjadi lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan, dan bahasa
perdagangan.
ü Sistem
bahasa Melayu sederhana dan mudah dipelajari karena dalam bahasa Melayu tidak
dikenal tingkatan bahasa seperti dalam bahasa Jawa (ngoko, kromo) atau
perbedaan bahasa kasar dan halus dalam bahasa Sunda (kasar, lemes.
ü Bahasa
Melayu memiliki kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti
yang luas.
ü Suku
Jawa, suku Sunda, dan suku-suku lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
ü Penutur
asli bahasa Melayu bukan merupakan penduduk dominan yang secara politik,
ekonomi, dan sosial budaya pada waktu itu, sehingga penutur bahasa lain tidak
merasa dikalahkan.
ü Bahasa
Melayu masih berkerabat dengan bahasa Nusantara, sehingga tidak dapat dianggap
sebagai bahasa asing.
·
Kedudukan Bahasa
Indonesia
Nasional : disandang
sejak munculnya gerakan kebangkitan nasional pada awal abad XX
Persatuan : disandang
sejak 28 oktober 1928 yaitu diikrarkannya sumpah pemuda yang menyatakan “menjunjung tinggi bahasa
persatuan yaitu bahasa Indonesia”
Negara :
disandang sejak dicantumkannya dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36 yang
menyatakan bahwa “bahasa negara ialah bahasa Indonesia”
v SUMPAH PEMUDA
1. Pertama
Kami putra dan putri
Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
2. Kedua
Kami putra dan putri
Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3. Ketiga
Kami putra dan putri
Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
·
Bahasa
Indonesia dalam UUD 1945
Bab XV, pasal 36 UUD 1945 à “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”
·
KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
Bahasa Nasional : berfungsi
sebagai lambang kenasionalan bangsa dan negara
Bahasa Persatuan :
berfungsi sebagai satu-satunya bahasa yang menjadi
alat komunikasi verbal antarsuku atau antaretnis yang tersebar luas dari sabang
sampai merauke
Bahasa Negara :
berfungsi sebagai satu-satunya bahasa yang harus
digunakan dalam menjalankan administrasi kenegaraan atau kegiatan-kegiatan yang
bersifat nasional
·
Fungsi
Bahasa Indonesia berdasar Kedudukannya
BI sebagai Bahasa Nasional, berfungsi:
1. Lambang kebanggaan nasional
2. Lambang identitas nasional
3. BI sebagai Bahasa Persatuan
4. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda
latar sosial, budaya dan bahasa
5. Alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah
BI sebagai Bahasa Negara, berfungsi:
1. Bahasa resmi kenegaraan
2. Bahasa pengantar di lembaga pendidikan
3. Bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional
untuk pembangunan dan pemerintahan
4. Bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan
nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi
v Bahasa Nasional
Lambang kebanggaan
nasional
Mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita
Lambang
identitas nasional
Dijunjung
tinggi di
samping
bendera dan lambang
negara.
v Bahasa Persatuan
¨
Alat pemersatu berbagai masyarakat yang
berbeda-beda latar sosial, budaya dan bahasa
Bahasa Indonesia memungkinkan berbagai suku bangsa mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan
latar belakangnya.
¨ Alat
perhubungan antarbudaya dan antardaerah
Adanya
bahasa Indonesia menyebabkan masyarakat yang berbeda suku dan bahasa dapat
berhubungan tanpa adanya kesalahpahaman akibat perbedaan.
·
Bahasa
Negara
¨
Bahasa resmi kenegaraan
Dipakai dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan.
¨
Bahasa pengantar di lembaga pendidikan
Bahasa Indonesia digunakan di sekolah sekolah
mulai dari taman
kanak-kanak sampai di
perguruan Tinggi di
seluruh Indonesia.
¨
Bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk pembangunan dan
pemerintahan
Dipakai sebagai alat komunikasi
timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat luas.
¨
Bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan dan
teknologi
Satu-satunya bahasa alat yang
memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan sedemikian rupa sehingga ia memiliki identitasnya sendiri yang
membedakannya dari kebudayaan daerah.
·
UU Nomor 24 Tahun 2009
Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan
·
Bahasa Indonesia sebagai bahasa Resmi
Pasal
25, ayat (3): Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai
bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional,
pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana
pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa
media massa.
·
Penggunaan Bahasa Indonesia Tulis (1)
ü Pasal 31
Ayat
(1): Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian
yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah RI, lembaga swasta
Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia.
Ayat
(2): Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut
dan/atau bahasa Inggris.
ü Pasal 34, Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam laporan
setiap lembaga atau perseorangan kepada instansi pemerintahan.
ü Pasal 35, ayat (1)
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam penulisan karya ilmiah dan publikasi
karya ilmiah di Indonesia.
ü Pasal 33,
ayat (1) Bahasa Indonesia wajib
digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta.
ü Pasal 32,
ayat (1): Bahasa Indonesia wajib
digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat
internasional di Indonesia. Ayat (2): Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam
forum yang bersifat internasional di luar negeri.
·
Peristiwa
Penting Berkenaan Bahasa Indonesia
Kedatangan agama Hindu pada abad-abad permulaan yang telah menyumbangkan
banyak sekali kosakata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Sansekerta dan
bahasa Tamil.
Kedatangan Orang Eropa yang memberi dua kontribusi terhadap perkembangan
bahasa Melayu, yakni memperkenalkan aksara Latin dan kosakata dari bahasa Eropa
(Belanda, Portugis, Latin, dan Inggris)menjadi kosakata bahasa Indonesia.
buku-buku yang membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat
luas Penyusunan ejaan Van Ophuijsen pada tahun 1901 sebagai ejaan standar
Pendirian sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie
Voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat) pada tahun 1908 yang kemudian
pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Balai Pustaka menerbitkan.
Munculnya gerakan kebangsaan yang
dikenal sebagai gerakan Kebangkitan Nasional pada awal abad ke-20. Gerakan ini merupakan gerakan yang bersifat
nasional yang memberikan semangat keindonesiaan termasuk dalam keberbahasaan.
Para pemimpin gerakan kebangsaan ini
menganggap penting bahasa Melayu sebagai alat komunikasi dan alat menumbuhkan
rasa kebangsaan Indonesia.
Kongres
Pemuda I tahun 1926 dan Kongres Pemuda II tahun 1928
Lahirnya
nama bahasa Indonesia yang diusulkan oleh M. Tabrani dan pada kongres ke-2
lahirnya SumpahPemuda sekaligus mengukuhkan posisi bahasa Indonesia di negara
ini.
q Kongres
Bahasa I tanun 1938 yang menghasilkan putusan untuk penyempurnaan ejaan dan
imbauan kepada pers untuk memperbaiki
penggunaan bahasa Indonesia dalam surat
kabar surat kabar dan terbitan pers lainnya.
Masa pendudukan Jepang (1942-1945) yang menyebabkan bahasa Indonesia menjadi bahasa
komunikasi resmi antara pemerintah Jepang dan rakyat Indonesia dan penggunaan
bahasa Indonesia di lembaga-lembaga pendidikan untuk keperluan ilmu
pengetahuan.
Penandatanganan UUD 1945 yang salah satu pasalnya menetapkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara
Peresmian Ejaan Soewandi
atau Ejaan Republik pada Maret 1947 sebagai pengganti ejaan sebelumnya.
Pendirian Pusat Bahasa
tahun 1947 yang sekarang menjadi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Seminar Bahasa tahun 1968, 1972 yang dilaksanakan untuk memantapkan karya
pembinaan dan pengembangan bahasa
Persmian
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan pada 16 Agutus 1972 oleh Presiden
Republik Indonesia dan peresmian berlakunya di seluruh Indonesia oleh Mendikbud
pada 31 Agustus 1972
Seminar
Politik Bahasa Nasional tahun 1975 yang menetapkan adanya tiga bahasa di negara
ini, yaitu bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai bahasa antarsuku, bahasa
daerah sebagai bahasa intrasuku, dan bahasa asing sebagai bahasa antarbangsa
dan bahasa untuk menimba ilmu pengetahuan.
Kongres Bahasa III 28
Oktober -- 2 November 1978 yang memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan
perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928 dan usaha pemantapan kedudukan
dan fungsi bahasa Indonesia.
Kongres Bahasa IV 21 –
26 November 1983 yang memutuskan tentang pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus ditingkatkan sehingga amanat
yang tercantum dalam GBHN dapat tercapai semaksimal mungkin.
Kongres
Bahasa V tanggal 28 Oktober – 3 November 1988 yang mempersembahkan tiga karya
besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada para pecinta bahasa berupa
(1) Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2) Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, dan
(3) buku-buku bahan penyuluhan bahasa Indonesia.
SEJARAH BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa
Melayu merupakan sebuah bahasa Austronesia yang digunakan
sebagai lingua franca (bahasa pergaulan) di nusantara
Untuk pertama kalinya, istilah
Bahasa Melayu disebutkan sekitar 683-686 M. Angka ini
tercantum pada beberapa prasasti
berbahasa Melayu Kuna
dari Palembang dan Bangka.
Prasasti-prasasti ini sudah menggunakan aksara Pallawa atas
perintah raja Sriwijaya
yang berjaya pada abad ke-7 dan ke-8. Selain itu, Wangsa Syailendra
juga meninggalkan beberapa prasasti Melayu Kuna di Jawa Tengah. Berbagai batu bertulis (prasasti) yang
ditemukan itu seperti Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 di Palembang, Prasasti Talang
Tuo tahun 684 di Palembang, Prasasti Kota Kapur tahun 686 di Bangka Barat, dan Prasasti
Karang Brahi tahun 688 antara Jambi
dan Sungai Musi.
Bahasa Melayu memiliki
dua bentuk, yaitu
melayu pasar dan melayu tinggi.
Melayu Pasar sering
dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk ini mudah dimengerti, memiliki
toleransi kesalahan yang tinggi, dan fleksibel dalam menyerap istilah dari
bahasa lain.
Melayu Tinggi merupakan
bentuk yang lebih resmi. Pada masa lalu bentuk ini digunakan kalangan keluarga
kerajaan di sekitar Sumatera, Malaya, dan Jawa. Bentuk ini lebih sulit karena
penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, agak sulit dimengerti disbanding
Melayu Pasar, tingkat toleransi kesalahan yang rendah, dan tidak ekspresif
sperti bahasa Melayu Pasar.
KELAHIRAN BAHASA INDONESIA
Bahasa
Indonesia dianggap lahir atau diterima keberadaannya pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang menyebut
sebagai bahasa persatuan. Namun, secara resmi, bahasa Indonesia baru diakui
keberadaannya pada tanggal 18 Agustus 1945.
Undang-Undang Dasar RI 1945 Pasal 36 menyebut bahasa Indonesia sebagai
bahasa resmi.
Pemerintah
saat itu menyetujui pemilihan bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu
tuturan Riau. Presiden Soekarno tidak memilih bahasa Jawa yang
merupakan bahasanya sendiri dan juga bahasa mayoritas pada saat itu.
Adapun
pertimbangan pilihan bahasa Melayu tuturan Riau sebagai berikut;
1.
Suku-suku lain di Republik Indonesia
akan merasa dijajah oleh suku Jawa jika menggunakan bahasa Melayu tuturan Jawa.
2.
Bahasa Melayu Riau lebih mudah
dipelajari dibanding bahasa Jawa. Bahasa Jawa memiliki tingkatan bahasa (halus,
biasa, dan kasar). Tingkatan ini digunakan untuk orang yang berbeda dari segi
usia, derajat, ataupun pangkat dan kesan negatif sering muncul jika pemakai
bahasa Jawa kurang memahami budaya Jawa.
3.
Suku Melayu berasal dari Riau.
Sultan Malaka yang terakhir juga lari ke Riau setelah Malaka direbut oleh
Portugis. Selain itu, bahasa Melayu Riau paling sedikit terpengaruh bahasa Cina
Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
4.
Menumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme
negara tetangga, seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura yang juga menggunakan
bahasa Melayu dan nasibnya sama dengan Indonesia, yaitu dijajah Inggris.
5.
Para pejuang kemerdekaan diharapkan
bersatu lagi dengan tujuan persatuan dan kebangsaan.
PERKEMBANGAN BAHASA
INDONESIA
- Cikal bakal ejaan bahasa Indonesia berasal dari
bahasa Melayu yang ditetapkan pada tahun 1901. Pada tahun inilah Ch.
A. van Ophuijsen membuat ejaan resmi bahasa Melayu yang
dimuat dalam Kitab
Logat Melayu.
- Sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang
diberi nama Commissie
voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat) didirikan pemerintah
pada tahun 1908. badan penerbit ini
berubah menjadi Balai Pustaka pada tahun 1917. Balai Pustaka ini
menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan
Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara
kesehatan, dll
3. Pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda dari
beberapa daerah, seperti Sumatra, Jawa, Sulawesi, dll. berkumpul. Peristiwa ini
dikenal dengan Sumpah Pemuda. Salah satu butir dalam
Sumpah Pemuda sangat penting dalam perkembangan bahasa Indonesia. Pada saat
inilah bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa persatuan.
4. Sebuah angkatan sastrawan muda yang dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana, Sanusi Pane, Armijn Pane,
dll. berusaha melawan kebijakan yang dibuat oleh badan penerbit yang sudah ada,
yaitu Balai Pustaka. Kelompok sastrawan ini dikenal dengan nama Pujangga Baru. Nama Pujangga Baru berasal dari nama sebuah majalah yang terbit pada tahun 1933.
5.
Kongres
Bahasa Indonesia I dilakukan di Solo pada 25-28 Juni 1938. Hasil
kongres ini secara umum menyimpulkan bahwa
usaha pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan
budayawan Indonesia saat itu.
6. Kemerdekaan Indonesia juga menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara. Hal ini sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945 Pasal 36.
Undang-Undang Dasar 1945 ini ditandatangani sehari setelah Proklamasi
Kemerdekaan, tepatnya tanggal 18 Agustus
1945 .
7. Ejaan bahasa Melayu buatan van Ophuijsen pada tahun 1901 sudah tidak
dipakai dalam kaidah bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan pada tanggal 19 Maret 1947 telah diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai
pengganti Ejaan van Ophuijsen. Jadi, ejaan van Ophuijsen sudah berlaku selama
46 tahun sebelum diganti Ejaan Republik.
8. Pada tahun 1953
Kamus Bahasa Indonesia yang pertama diterbitkan. Kamus ini
dibuat oleh Poerwadarminto. Dalam kamus itu tercatat jumlah lema (kata) dalam
bahasa Indonesia mencapai 23.000.
9
Kongres Bahasa Indonesia II dilaksanakan pada 28 Oktober s.d. 2 November 1954 di Medan. Hasil kongres mengamanatkan untuk
terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai
bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
10 Melalui pidato kenegaraan H. M. Soeharto selaku
Presiden Republik Indonesia di hadapan sidang DPR pada tanggal 16 Agustus 1972, Ejaan Republik yang
dikenal juga sebagai Ejaan Soewandi diganti dengan Ejaan Bahasa
Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Selain itu, peresmian
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57
tahun 1972.
11. Pada tahun yang sama,
tepatnya pada tanggal 31 Agustus 1972, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan
dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
12. Pada tahun 1976 Pusat Bahasa menerbitkan Kamus Bahasa Indonesia dan
terdapat 1.000 kata baru. Artinya, dalam waktu 23 tahun hanya terdapat 1.000
penambahan kata baru.
13. Kongres Bahasa
Indonesia III diselenggarakan di Jakarta
pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978. Kongres ini bersamaan dengan 50 tahun
Sumpah Pemuda. Selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan
perkembangan bahasa Indonesia, hasil kongres ini juga memantapkan kedudukan dan
fungsi bahasa Indonesia.
14. Kongres bahasa
Indonesia IV diselenggarakan dalam rangka
memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Kongres Bahasa Indonesia IV
dilaksanakan di Jakarta pada 21—26 November 1983. Hasil kongres menyebutkan bahwa
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan.
Semua warga negara Indonesia agar menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan
benar.
15. Kongres Bahasa
Indonesia V dihadiri oleh kira-kira tujuh
ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara dan peserta tamu dari
negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman,
dan Australia. Kongres ini dilakukan di Jakarta pada 28 Oktober s.d.
3 November 1988. Kongres ini juga
mempersembahkan karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa berupa
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
16. Kongres Bahasa
Indonesia VI dilaksanakan pada 28 Oktober s.d. 2 November 1993. Kongres ini pun tetap dilaksanakan di ibukota, Jakarta dan belum pernah dilaksanakan di daerah-daerah
yang lain. Hasil kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa statusnya ditingkatkan menjadi Lembaga Bahasa Indonesia. Selain itu,
juga mengusulkan agar Undang-Undang Bahasa Indonesia disusun.
17. Kongres Bahasa
Indonesia VII dilaksanakan 26-30 Oktober 1998 masih di Jakarta. Hasil kongres mengusulkan agar dibentuk Badan Pertimbangan Bahasa. Badan
ini memiliki anggota dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian
terhadap bahasa dan sastra.
18.
Kongres Bahasa Indonesia VIII dilaksanakan 14—17 Oktober 2003 di Jakarta. Banyaknya negara yang membuka studi mengenai Indonesia mendorong
panitia mengagendakan pembuatan bahan ajar pelajaran Bahasa Indonesia untuk
para penutur asing. Hal ini dibuktikan dengan adanya 35 negara yang telah
memiliki pusat studi tentang Indonesia di perguruan tinggi. Agar para penutur
asing itu harus bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dibutuhkan
pedoman buku ajar.
Selian itu, akan dikembangkan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). UKBI tidak hanya ditujukan bagi para warga asing yang akan bekerja di
Indonesia, tetapi juga warga Indonesia sendiri.
19. Kongres Bahasa Indonesia IX dilaksanakan pada 28—31 Okober 2008 di Jakarta.
Hasil kongres ini menyatakan bahwa bentuk-bentuk
pemakaian bahasa Indonesia yang diajarkan di sekolah adalah bentuk-bentuk
pemakaian bahasa dari variasi bahasa baku.
Bentukan bahasa dari berbagai variasi, misalnya
berdasarkan dialek geografi, dialek sosial, register (digunakan oleh profesi
tertentu, misalnya dokter, pengacara, dsb.) dapat diperoleh siswa dalam
berbagai pemakaian bahasa di masyarakat.
USAHA PENYEMPURNAAN EJAAN BAHASA INDONESIA
Ejaan-ejaan ini bahasa Indonesia mengalami beberapa usaha untuk
penyempurnaan. Perkembangan ejaan ini diawali dari cikal bakal ejaan bahasa
Indonesia yang berasal dari Kitab Logat Melayu, yaitu ejaan van Ophuijsen
hingga Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa
Melayu dengan huruf Latin. Van Ophuijsen merupakan tokoh yang telah
merancang ejaan ini. Van Ophuijsen tidak
sendirian, ia dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Usaha ini tidaklah sia-sia karena ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901.
Ciri-ciri dari ejaan ini, yaitu
Ø
huruf j,
misalnya jang, pajah, sajang, dsb.
Ø
huruf oe,
misalkan goeroe, itoe, oemoer,
dsb.
Ø
tanda diakritik, seperti
koma ain dan tanda trema, misalkan ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dinamai’,
dsb.
Ejaan ini dipilih pemerintah Indonesia di masa-masa awal kemerdekaan untuk
menggantikan ejaan Van Ophuijsen. Ejaan
ini resmi menggantikan ejaan Van Ophuijsen pada tanggal 19 Maret 1947. Karena
berdekatan dengan proklamasi, ejaan ini disebut Ejaan Republik. Penamaan ini
sekaligus menunjukkan semangat kemerdekaan yang baru berumur hamper dua tahun. Ciri-ciri ejaan ini yaitu
Ø
huruf oe
diganti dengan u, misalkan guru, itu, umur, dsb.
Ø
bunyi
hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, misalkan tak, pak, rakjat,
dsb.
Ø
kata ulang
boleh ditulis dengan angka 2, misalkan kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an
Ø
awalan di-
dan kata depan di ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya,
misalkan dipasar, dipukul, dibaca
Melindo merupakan kepanjangan dari Melayu—Indonesia. Ejaan Melindo ini
dikenal pada akhir tahun 1959. Peresmian ejaan ini batal karena faktor
perkembangan politik pada tahun-tahun berikutnya. Ejaan dengan nama Melayu—Indonesia ini tentu
tidak hanya berkaitan dengan Republik Indonesia, melainkan juga dengan negeri
tetangga kawasan Melayu, seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam.
4.
Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD)
Ejaan bahasa Indonesia yang hingga kini masih berlaku adalah ejaan Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD). Lebih dari 30 tahun ejaan ini dipertahankan. Ejaan
ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik
Indonesia, yaitu almarhum Presiden Soeharto. Peresmian ini dikuatkan dengan
Putusan Presiden No. 57 Tahun 1972
5.
EYD berdasarkan Permendiknas Nomor 46 Tahun 2009.